07 January 2009

SERTIFIKAT TANAH ATAS NAMA ALMARHUM

Pertanyaan :


Yth. Bapak Adi di tempat

Ayah saya telah meninggal dunia dan meninggalkan sebidang tanah dan bangunan yang kami huni saat ini. Kami merencanakan untuk menjualnya dan pindah ke daerah lain. Sedangkan ahli waris yang ada adalah Ibu saya, saya dan beberapa Saudara.
Adapun tanah dan bangunan tersebut memiliki :
1. SHM masih terdaftar atas nama almarhum ayah saya.
2. IMB merupakan IMB Induk.

Pertanyaan saya adalah apakah sertifikat yang masih terdaftar atas nama almarhum ayah saya dan IMB induk akan berpengaruh terhadap proses penjualan ?

R. Alwi Kusno, Jakarta

Jawaban :


Yth. Bapak Alwi,

Menurut hemat saya, tentu saja ada pengaruhnya kondisi kedua hal tersebut dengan proses penjualan yang bapak akan lakukan. Pertama, perlu ada proses pengalihan ke ahli waris sebelum sertifikat tersebut bisa didaftarkan atas nama pembeli. Kedua, otomatis dengan adanya proses tersebut dibutuhkan biaya. Biaya tersebut bisa dibedakan menjadi kewajiban kepada negara dan biaya administrasi pengurusan pendaftaran tanah. Demikian halnya dengan pengurusan IMB.

Dan oleh karena itu, hal ini sebenarnya akan kurang menguntungkan untuk Bapak karena pembeli akan menjadikan alasan di atas (pembeli menanggung biaya-biaya, BPHTB dsb.) untuk menekan harga jual. Oleh karena itu, saya menyarankan untuk melengkapi dokumen yang sehingga tanah dan bangunan benar-benar siap jual dan bila dikaitkan dengan pertanyaan Bapak dapat saya berikan jawaban sbb. :


1. Terkait dengan pertanyaan pertama :


a. Pendaftaran tanah atas nama ahli waris.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, Pasal 42, ayat 5 disebutkan bahwa warisan berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian waris tersebut. Dengan kata lain bahwa ahli waris tetap harus melakukan pendaftaran tanah ke Badan Pertanahan Nasional.


b. Bea perolehan Hak Tanah dan Bangunan
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena waris merupakan objek pajak, dengan tarif pajak ditetapkan sebesar 5%. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dan dalam hal ini NPOP-nya adalah nilai pasar. Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat, BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang. Sedangkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional paling banyak:
- Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah)
- Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk istri/suami


c. Sebaiknya Bapak segera melakukan pendaftaran tanah ke Badan Pertanahan Nasional setempat atas nama ahli waris. Adapun dokumen yang dibutuhkan sebagaimana disebutkan dalam pasal 42 ayat 1 adalah : sertipikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris.


2. Terkait dengan IMB, apabila IMB induk sukar didapat salinannya, sebaiknya IMB rumah diurus kembali ke Suku Dinas Tata Kota setempat untuk mendapatkan salinannya atau dilakukan pengurusan yang baru dengan atas nama penghuni yang sekarang. Bangunan tanpa IMB memiliki risiko untuk dibongkar oleh Suku Dinas Tata Kota karena menyalahi ketentuan yang ada.


3. Untuk mengurus pendaftaran tanah dan IMB diperlukan biaya. Menyangkut biaya administrasi yang harus dikeluarkan, sebaiknya Bapak menanyakan langsung ke instansi masing-masing yang berwenang.

Demikian. Semoga jawaban di atas dapat menjawab pertanyaan Bapak.

29 November 2008

TUKAR TAMBAH

Pak Adi Yth,

Salam kenal dan terima kasih sebelumnya menyediakan rubrik ini.

Saya tinggal di sebuah komplek perumahan dan salah seorang tetangga di komplek yang sama menawarkan kepada saya untuk membeli rumahnya. Rumah yang ditawarkan memiliki ukuran LB/LT 132/162, 2 lantai, seharga Rp. 400 Juta dengan kondisi standard. Pemilik rumah hendak menjual rumahnya karena menginginkan rumah dengan 1 lantai.
Rumah saya 1 lantai, berukuran LB/LT 81/144 dengan kondisi sudah direnovasi dan sudah hampir full dengan bangunan. Timbul pemikiran dari saya untuk saling bertukar dengan tetangga tersebut.


Yang menjadi pertanyaan saya :
1. Bagaimana hukumnya untuk proses tukar tambah rumah ?

2. Saat ini NJOP rumah tetangga tersebut adalah Rp. 270 juta, sedangkan rumah saya Rp. 200 Juta. Untuk tukar menukar tersebut, tetangga tersebut meminta saya agar menambahkan uang sebesar Rp. 200 Juta (semua biaya ditanggung oleh saya). Apakah hal ini wajar dengan mengingat NJOP kedua rumah tidak berbeda jauh ? Menurut perhitungan saya, tambahan yang wajar adalah sekitar Rp. 100 juta (biaya yang timbul ditanggung saya)
Demikian Pak pertanyaan dari saya, atas bantuannya saya ucapkan banyak terima kasih.

Bapak Anton di Jakarta


Jawaban :

Yth. Bapak Anton di Jakarta, pertanyaan Bapak dapat saya jawab sbb. :

1. Proses tukar tambah sebagaimana Bapak utarakan secara hukum dapat dilakukan melalui proses tukar menukar. Melalui proses ini, proses pembuatan akta di PPAT menjadi lebih sederhana. PPAT nanti akan membuatkan akta tukar menukar untuk transaksi antara Bapak dan tetangga tersebut. Proses ini tidak mengurangi kewajiban terhadap penjual dan pembeli. Kepada penjual dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 5% terhadap NJOP dikurangi batas tidak kena pajak sebesar Rp. 60.000.000,- sedangkan terhadap pembeli akan dikenakan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) juga sebesar 5% terhadap NJOP dikurangi sejumlah tertentu (bergantung daerahnya). Dalam hal ini baik penjual maupun pembeli akan dikenakan keduanya sekaligus. Untuk lebih jelasnya silahkan Bapak menghubungi PPAT yang terdekat.

2. Untuk pertanyaan berikutnya, dapat saya jawab sebagai berikut. Bapak dapat melakukan perhitungan kasar nilai bangungan tersebut, dengan asumsi NJOP diketahui dan bangunan baru dibuat. Apabila bangunan tersebut dibuat dengan sederhana maka dibutuhkan biaya Rp. 1,5 Juta /m2 sedangkan bila dibuat lebih mewah bisa Rp. 2 Juta/m2 dst. Dari perhitungan secara sederhana tersebut Bapak bisa memperkirakan harga bangunan yang Bapak akan beli dan menentukan apakah tambahan uang yang diminta oleh tetangga tersebut terlalu tinggi atau tidak.
Demikian. Semoga jawaban tersebut di atas dapat membantu.